Sabtu, 14 November 2015

Malaikat dan Roh Jahat


Pendahuluan

“Apakah saya punya malaikat pelindung?” tanya seorang adik. Terbersit di pikiranku, apa yang melatarbelakangi pertanyaan itu. Mungkin wajar saja, karena ia berdomisili di Makassar yang sedang santer isu begal dan semacamnya hehehe... So, relevan dengan konteksnya.

Yang lain bertanya, “Apakah orang yang suci nantinya akan menjadi malaikat?” Saya teringat sebuah film. Seorang yang diutus ke dunia. Ia sedang berproses menjadi malaikat dan tinggal satu kebaikan lagi maka ia akan mendapatkan sayapnya. Jika ia selesai berbuat baik dengan menolong manusia yang dilindunginya, maka bel akan berbunyi dan seketika itu juga reward berupa sayap diterimanya. Apakah benar demikian?

Itu tentang malaikat. Bagaimana dengan Iblis? Apakah ia dapat memberikan kesuksesan, kekayaan dan perbuatan yang ajaib? Kata teman saya itu, kok Iblis diidentikkan selalu dengan yang negatif dan jahat? Padahal pada kenyataannya, banyak juga orang bisa berhasil, kaya oleh pertolongan Iblis itu.

Nah, bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut? Inilah sebabnya kerangka materi pembinaan ini terposting bagi Anda.

Definisi Malaikat

Berasal dari kata Ibrani “Malak” yang berarti “Utusan” Arti dasar dari kata Malak adalah “ia yang diutus”
Bahasa Yunani “Angelos” adalah “Utusan yang berbicara dan bertindak atas nama orang yang mengutusnya”

Natur dan Atribut Malaikat

Malaikat adalah keberadaan yang bersifat roh (Ibrani 1:14).
Malaikat adalah makhluk ciptaan. Dicipta Allah melalui Firman-Nya (Mzm. 148:2-5)
Malaikat diciptakan secara serentak dan tidak terhitung jumlahnya. Hanya satu kali, tidak berlangsung terus karena malaikat tidak mampu beranakcucu (Mat 22:30) namun jumlahnya tak terhitung (Ibr 12:22, Why 5:11). Nah, pada bagian ini, kita dapat jawaban bahwa manusia tidak bisa menjadi malaikat. Karena jumlahnya sudah fix tidak ada regenerasi. Malah manusia yang akan menghakimi malaikat loh. Malah nantinya kita akan lebih tinggi dari malaikat. Lihat pembahsan selanjutnya.  
Malaikat memiliki urutan lebih tinggi dari manusia (Ibr 2:7). Malaikat tidak dapat mati (Luk 20:36) Lebih berhikmat (2 Sam 14:20) Tetap terbatas (Mat 24:36) Lebih berkuasa (Mat 28:2, Kis 5:19, 2Ptr 2:11)
Malaikat tidak dicipta berdasarkan gambar Allah. Pada masa akhir manusia yang telah ditebus akan ditinggikan atas malaikat (1Kor 6:3)

Pelayanan Malaikat

Melayani Allah.
Melayani Kristus.
Melayani orang percaya.

Melayani Allah

Kerub (Kej. 3:24, Kel.25:17-22, Yeh 1) mempertahankan kekudusan Allah
Serafim mengelilingi tahta Allah, melayani kekudusan-Nya (Yes 6:2,3).

Melayani Kristus

Memprediksi kelahiran-Nya (Luk 1:26-38)
Melindungi waktu kecil (Mat 2:13, 20)
Melayani Dia setelah pencobaan (Mat 4:11)
Menguatkan Dia di Getsemani (Luk 22:43)
Mewartakan kebangkitan-Nya (Mat 28:5-7)
Hadir di kenaikan-Nya (Kis 1:10)
Hadir di kedatangan-Nya yg kedua (Mat 25:31)

Melayani Orang Percaya

Bagi adik yang bertanya soal malaikat pelindung. Coba simak uraian berikut. Setalah itu, silahkan ambil kesimpulan, apakah kita memiliki malaikat pelindung? Berapa jumlahnya? Apa saja yang dilakukannya? Ketika menyimak Anda sangat perlu membuka bagian-bagian Alkitab yang diberikan.
Proteksi dalam hal fisik (Mzm 34:8)
Pemeliharaan secara fisik (1Raj 19:5-7)
Memberi dorongan (Kis 27:23-25)
Memberi petunjuk (Kis 8:26; 10:3,22)
Menolong dalam jawaban doa (Kis 12:1-11; Dan 9:20-27)
Membawa orang percaya pulang (Luk 16:22)

Keberadaan Iblis
Iblis disebut Ular (Kej. 3)
Iblis menuduh Ayub (Ayb. 2:1)
Iblis memimpin Daud mensensus orang Israel (1Taw. 21:1-2)
Iblis menuduh bangsa Israel (Zak 3:1-2)


Personalitas Iblis

Memiliki Intelek, merencanakan (Ef. 6:11)
Menipu, mencobai dan menuduh orang (Why. 12:9,10; Mat. 4:5-6)
Memiliki emosi, keinginan untuk meninggikan dirinya di atas kuasa Allah (Yes. 14:12-17)
Menjebak petobat baru melalui kesombongan mereka mereka (1Tim. 3:6)
Murka (Why.12:12)  
Iblis adalah penipu, merencanakan untuk mengalahkan orang Kristen (1 Pet. 5:8)
Ia seperti singa yang mengaum buas, ingin menerkam orang percaya

Asal Mula dan Natur IBLIS

Mulanya ia adalah malaikat pada posisi yang tinggi di hadirat Allah (Yeh. 28:13) Lucifer, Morning Star (Yes. 14:12)
Kejatuhan karena kesombongannya ingin mendirikan tahtanya mengatasi Allah (Yeh. 28: 16-17, Yes. 14:13-14)
Iblis adalah pribadi yang memiliki tanggungjawab pada Allah (Ayb. 1:7). Tidak memiliki kebebasan yang tidak terbatas tetapi takluk dan dibatasi oleh Allah.

Penghakiman Iblis

Iblis memimpin suatu pasukan malaikat, ketika kejatuhannya dan dilempar, ia membawa pasukannya yang dikenal dengan setan-setan.
Puncak kekalahannya diwartakan di Eden
Iblis tak berkuasa melalui Salib
Iblis akan dilemparkan ke dalam lautan api

Karakteristik Iblis

Roh, tanpa tubuh dan daging (Mat. 8:16; Luk. 10: 17, 20)
Terbatas oleh ruang dan tidak maha hadir
Memiliki intelek tetapi tidak maha tahu
Berkuasa tetapi tidak maha kuasa (Mark 9:20-25)

Pekerjaan iblis

Memberi penyakit (Luk. 13:11)
Mempengauhi pikiran (Kej.3:1-5)
Menipu orang percaya (2 Kor. 11:13-14)
Bekerja melalui dan dalam diri orang yang berdosa (Efesus 2:2-3)
Melakukan perbuatan ajain dan Menipu bangsa-bangsa (Wahyu 16:13-14)

Iya benar sekali Iblis juga bisa melakukan perbuatan ajaib. Ia bisa memberikan kesuksesan, kekayaan namun semua itu fana. Dan ia selalu menuntut korban. Iblis menipu, karena itu ia menyamar menjadi malaikat Terang.  Apa yang diberikannya, akhirnya membawa kita ke dalam kebinasaan. So, apa artinya kesuksesan, kekayaan dan segala kegemilangan yang sementara dan akhirnya binasa kekal?
Sobat, berserahlah kepada Tuhan... Ia akan memelihara kita. Yakinlah, Ia punya pasukan Surgawi yang siap melayani kita.

SEBAB itu AMBILlah seluruh perleNGKAPAN SENJATA ALLAH, supaya kamu dapat ...tetap berdiri


Selasa, 03 November 2015

DOSA DAN AKIBATNYA

APA ITU DOSA?

Dosa adalah meleset dari tujuan penciptaan Allah (memuliakan Dia), entah disengaja atau tidak, baik dalam pikiran, sikap, perkataan, atau perbuatan. Segala sesuatu yang membuat kita melanggar apa yang Allah tetapkan.
Dosa ada yang dilakukan secara aktif dan pasif.  Dosa yang bersifat aktif adalah segala sesuatu yang kita lakukan baik melalui pikiran, perbuatan dan perkataan yang melanggar perintah Tuhan. (1Yoh. 3:4, Amsal 6:16-18, Matius 5:28). Sedangkan dosa secara pasif adalah jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa (Yakobus 4:17).

BELAJAR DARI KISAH di Kejadian 3:1-6

1  Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?"
2  Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan,
3  tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."
4  Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati,
5  tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat."
6  Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.

KEJATUHAN (3:1-6)

Ular adalah perwujudan Iblis (Why. 12:9) yang selalu mencobai manusia.
Pola Pencobaan Iblis:
       Meragukan adanya standard dari Allah (3:1) NIV:   “Did God really say?”
       Menyangkal akibat pelanggaran standard Allah (3:4)
       Meragukan motivasi Allah (3:5). Iblis si penuduh.
       Mengarahkan perhatian pada yang dilarang: enak, indah dan ingin tahu (3:6; 1Yoh. 2:16)
Hawa jatuh dalam pencobaan, karena:
       Kurang memahami Firman Allah yang disampaikan kepada Adam (2:9 dan 3:3).
       Kurang memahami motivasi kasih Allah dengan memberikan standardNya untuk melindungi manusia.
       Tidak bertahan dengan sepenuh hati (Yak 1:12) dan tidak melawannya (Yak 4:7).
       Memusatkan pikirannya kepada apa yang tidak dipunyainya dari pada apa yang sudah dipunyainya.
       Kurang menyadari bahwa untuk mengetahui tak perlu mengalaminya sendiri. Kebebasan harus dalam ketaatan kepada Allah.

MATI (3:4)

Mati, menurut Alkitab, meliputi  4 aspek:
       Aspek Biologis: proses penuaan, sakit, mati.
       Aspek Psikhologis: Rasa bersalah, malu, takut, merasa telanjang (3:7).
       Aspek Sosiologis: Rusaknya hubungan harmonis; mementingkan diri sendiri (3:16).
       Aspek Spiritual: Allah menakutkan; bersembunyi dari Allah (3:8-10).
Kerusakan relasi
       Manusia dengan Allah
       Manusia dengan dirinya
       Manusia dengan sesamanya
       Manusia dengan alam
       Manusia dengan Iblis

      Pengaruh Dosa

Dalam Hubungan dengan Allah
       Tidak layak untuk menghadap Allah
       Tidak sanggup melakukan kehendak Allah (bukannya tidak mau, tapi tidak mampu)
       Tidak bernar dihadapan Allah
       Tidak peka terhadap Firman Allah

Dalam Hubungan dengan Sesama
       Saling menyalahkan
       Saling membunuh
       Saling mengeksploitasi
       Pengaruh Dosa

Dalam Hubungan dengan Diri Sendiri
       Ada konflik batin dalam diri manusia.
       Tidak mampu menilai diri (sombong atau minder)

Dalam Hubungan dengan Alam
       Manusia malah merusak alam. Eksploitasi demi keuntungan diri sendiri

Dalam hubungan dengan Setan/Iblis
       Menjadi sekutu dan mengikuti perintahnya.
       Keterpisahan dengan Allah

Usaha Manusia

Persoalan dosa tidak dapat diselesaikan menurut cara/usaha manusia, misalnya dengan berbuat baik, amal, pantang dalam hal makanan, bertapa, berziarah dll. 

Solusi Dari Allah atas Dosa Manusia

Persoalan dosa hanya dapat diselesaikan dengan cara Allah sendiri. Alkitab mengatakan bahwa: “ .. dan tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan (Ibr 9:22). Oleh sebab itu Allah mengutus AnakNya yang Tunggal, Yesus Kristus datang ke dalam dunia, mati di atas kayu salib, mencucurkan darahNya menjadi tebusan bagi dosa manusia. Darah Kristus  menyucikan kita dari segala dosa kita (I Yoh 1:17).  Kristus telah menebus dosa-dosa kita (Efesus 1:7).

KISAH DAUD DAN BATSYEBA 2 Samuel 11

1 Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang, maka Daud menyuruh Yoab maju beserta orang-orangnya dan seluruh orang Israel. Mereka memusnahkan bani Amon dan mengepung kota Raba, sedang Daud sendiri tinggal di Yerusalem.
2  Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya.
3  Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: "Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu."
4  Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya.
5  Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada Daud, demikian: "Aku mengandung."
6  Lalu Daud menyuruh orang kepada Yoab mengatakan: "Suruhlah Uria, orang Het itu, datang kepadaku." Maka Yoab menyuruh Uria menghadap Daud.
7  Ketika Uria masuk menghadap dia, bertanyalah Daud tentang keadaan Yoab dan tentara dan keadaan perang.
8  Kemudian berkatalah Daud kepada Uria: "Pergilah ke rumahmu dan basuhlah kakimu." Ketika Uria keluar dari istana, maka orang menyusul dia dengan membawa hadiah raja.
9  Tetapi Uria membaringkan diri di depan pintu istana bersama-sama hamba tuannya dan tidak pergi ke rumahnya.
10  Diberitahukan kepada Daud, demikian: "Uria tidak pergi ke rumahnya." Lalu berkatalah Daud kepada Uria: "Bukankah engkau baru pulang dari perjalanan? Mengapa engkau tidak pergi ke rumahmu?"
11  Tetapi Uria berkata kepada Daud: "Tabut serta orang Israel dan orang Yehuda diam dalam pondok, juga tuanku Yoab dan hamba-hamba tuanku sendiri berkemah di padang; masakan aku pulang ke rumahku untuk makan minum dan tidur dengan isteriku? Demi hidupmu dan demi nyawamu, aku takkan melakukan hal itu!"
12  Kata Daud kepada Uria: "Tinggallah hari ini di sini. Besok aku akan melepas engkau pergi." Jadi Uria tinggal di Yerusalem pada hari itu. Keesokan harinya
13  Daud memanggil dia untuk makan dan minum dengan dia, dan Daud membuatnya mabuk. Pada waktu malam keluarlah Uria untuk berbaring tidur di tempat tidurnya, bersama-sama hamba-hamba tuannya. Ia tidak pergi ke rumahnya.
14  Paginya Daud menulis surat kepada Yoab dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria.
15  Ditulisnya dalam surat itu, demikian: "Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati."
16  Pada waktu Yoab mengepung kota Raba, ia menyuruh Uria pergi ke tempat yang diketahuinya ada lawan yang gagah perkasa.
17  Ketika orang-orang kota itu keluar menyerang dan berperang melawan Yoab, maka gugurlah beberapa orang dari tentara, dari anak buah Daud; juga Uria, orang Het itu, mati.
18  Kemudian Yoab menyuruh orang memberitahukan kepada Daud jalannya pertempuran itu.
19  Ia memerintahkan kepada suruhan itu, demikian: "Jika engkau sudah selesai mengabarkan jalannya pertempuran itu kepada raja,
20  dan jikalau raja menjadi geram dan berkata kepadamu: Mengapa kamu demikian dekat ke kota itu untuk berperang? Tidakkah kamu tahu, bahwa orang akan memanah dari atas tembok?
21  Siapakah yang menewaskan Abimelekh bin Yerubeset? Bukankah seorang perempuan menimpakan batu kilangan kepadanya dari atas tembok, sehingga ia mati di Tebes? Mengapa kamu demikian dekat ke tembok itu?  —  maka haruslah engkau berkata: Juga hambamu Uria, orang Het itu, sudah mati."
22  Lalu pergilah suruhan itu dan sesampainya ia memberitahukan kepada Daud segala yang diperintahkan Yoab kepadanya.
23  Suruhan itu berkata kepada Daud: "Orang-orang itu lebih kuat dari pada kami dan keluar menyerang kami di padang. Tetapi kami mendesak mereka kembali sampai ke lobang pintu gerbang.
24  Pada waktu itu pemanah-pemanah menembak kepada hamba-hambamu dari atas tembok, sehingga beberapa dari hamba raja mati; juga hambamu Uria, orang Het itu, sudah mati."
25  Kemudian berkatalah Daud kepada suruhan itu: "Beginilah kaukatakan kepada Yoab: Janganlah sebal hatimu karena perkara ini, sebab sudah biasa pedang makan orang ini atau orang itu. Sebab itu perhebatlah seranganmu terhadap kota itu dan runtuhkanlah itu. Demikianlah kau harus kuatkan hatinya!"
26  Ketika didengar isteri Uria, bahwa Uria, suaminya, sudah mati, maka merataplah ia karena kematian suaminya itu.
27  Setelah lewat waktu berkabung, maka Daud menyuruh membawa perempuan itu ke rumahnya. Perempuan itu menjadi isterinya dan melahirkan seorang anak laki-laki baginya. Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN.

BEBERAPA PELAJARAN DARI Kisah Daud dan Batsyeba 2 Samuel 11-12

       Siapapun  rentan terhadap dosa
       Dosa mengintip ketika berpuas diri, santai, tidak berada di mana semestinya
       Dosa itu tidak dapat disembunyikan
       Dosa yang tidak diakui akan menghasilkan dosa yang semakin meningkat intensitas dan kuantitasnya
       Dosa membuat takut, gelisah
       Dosa membelenggu
       Dosa membuat tumpul
       Dosa jahat di mata Tuhan

APAKAH ALLAH MENINGGALKAN MANUSIA KETIKA IA BERDOSA?

       Ketika manusia berdosa, Allah tidak meninggalkan mereka tetapi Allah mencari manusia yang berdosa, bahkan menyediakan keselamatan bagi mereka (Kej 3:21).
       Allah membuat perjanjian-perjanjian (covenant), mis: Nuh & Abraham.

REFLEKSI

       Manusia diciptakan sempurna, namun mereka jatuh dalam dosa tetapi dalam keberdosaannya Allah tidak pernah meninggalkan manusia.
       Allah mencari manusia karena Allah ingin mengembalikan tujuan dari penciptaan manusia yaitu agar manusia memuliakan Dia.
       Pilih mana: hidup dalam dosa atau hidup dalam perkenan Allah?


AGAMA DAN MANUSIA

Pengertian Agama

Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu. Religio [dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Secara khusus, agama adalah tanggapan manusia terhadap penyataan TUHAN Allah. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu mengenal TUHAN Allah, maka Ia menyatakan Diri-Nya dengan berbagai cara agar mereka mengenal dan menyembah-Nya. Jadi, agama datang dari manusia, bukan TUHAN Allah. Makna yang khusus inilah yang merupakan pemahaman iman Kristen mengenai Agama.

Keunikan Kekristenan

     Allah yang mencari manusia (melalui Inkarnasi):  Manusia tidak dapat memenuhi standar Allah.
     Kasih Karunia: anugerah Allah bagi manusia yang tidak layak diterimanya.

MANUSIA - PENCIPTAAN

A.   MANUSIA DICIPTAKAN SEGAMBAR DENGAN ALLAH (KEJ. 1:26-27, 31)
B.    MANUSIA DICIPTAKAN DENGAN SATU TUJUAN
C. MANUSIA DICIPTAKAN DARI DEBU TANAH
D. MANUSIA DICIPTAKAN LAKI-LAKI & PEREMPUAN

SEGAMBAR DENGAN ALLAH

Manusia itu seperti Allah & mewakili Allah. Maksudnya? Manusia punya kemampuan intelektual, kemurnian moral, kemampuan untuk berhubungan dg Allah (spiritual), kemampuan u/ menguasai bumi, kreatifitas, kemampuan untuk memilih yang baik & tidak baik dan punya kekekalan.

DICIPTAKAN DENGAN SATU TUJUAN

     Allah tidak butuh manusia, tapi kalau Allah menciptakan manusia itu untuk memuliakan Tuhan (Yes. 43:7, Ef. 1:11-12)
     Implikasinya: Segala sesuatu yang kita kerjakan adalah untuk kemuliaan Dia (Kol. 3:23, 1Kor. 10:31)

Kalau begitu buat apa kita hidup? MANUSIA HIDUP untuk MEMENUHI TUJUAN ALLAH yaitu MEMULIAKAN ALLAH & PUAS HANYA dengan ALLAH

DICIPTAKAN DARI DEBU
       Artinya: Hidup manusia itu fana & singkat (Mzm. 103:15-16)
       Implikasinya:
Hidup itu singkat, manfaatkan waktu yang ada untuk mengenal & bertumbuh di dalam Dia.

DICIPTAKAN LAKI-LAKI & PEREMPUAN

1.    Ada fungsi & ciri khas masing-masing Mis:
       Laki-laki = bekerja (Kej. 3:19), kepala RT, imam keluarga
       Perempuan = mengandung, melahirkan anak-anak, penolong suami (Kej. 2:18)
2.   Ada keintiman lebih dari sekedar fisik, tapi juga emosional & rohani (dlm pernikahan), (Mat 16:6, Ef. 5:31-32)
3.   Tidak ada pembedaan antara laki-laki & perempuan, walau berbeda fungsi, krn keduanya diciptakan segambar dengan Allah.

NATUR MANUSIA

MANUSIA TERDIRI DARI 2 UNSUR: JASMANIAH/TUBUH  & ROH.

Implikasi:

-   Berapa persen waktu kita dipakai untuk pemenuhan jasmani atau rohani?
-  Perhatikan aspek tubuh sebagai berkat Tuhan: jangan merusak bait Allah  (1Kor. 3:16-17)! Rajin makan bergizi & teratur & Olahraga.

MANUSIA DICIPTAKAN UNIK & SPESIAL

-   Kita bisa berelasi dg Allah
-  Manusia dipanggil untuk berkuasa atas alam. Maksudnya? Memelihara & mengelola alam untuk kelangsungan hidup manusia. contoh: Hemat energi, buang sampah di tempatnya, dll


Minggu, 11 Oktober 2015

Kekayaan dan Tanggungjawab Orang-orang Terpilih


Shaloom…
Bapak/Ibu/Saudara, hari ini kita akan memulai rangkain khotbah dari Kitab Efesus. Mari kita bersama-sama membuka Alkitab dari Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus 1:1-14.
Doktrin yang benar seharusnya menghasilkan tindakan yang benar. Sebagai kaum Injili kita sering mengakui doktrin kita lebih dekat dengan visi Alkitabiah bahkan mungkin sangat Alkitabiah. Dan kalau memang begitu kita bisa saja mengatakan bahwa kaum Injililah yang banyak tersebar di mana-mana sedang menunjukkan hidup yang benar itu. Mereka menjadi sakssi dan teladan di tengah-tengah dunia yang sedang rusak moral ini.
Tetapi ada apa dengan Kaum Injili? Menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan terhadap kaum Injili di dunia Barat, yang terdapat dalam Buku Ron Sider, mengungkap: Kaum Injili mempercayai teks-teks kuno yang mengajar bahwa perjanjian seumur hidup antara seorang laki-laki dan perempuan berada pada pusat rancangan Sang Pencipta bagi keluarga. Namun justru kaum Injililah yang menceraikan pasangan mereka sesering tetangga-tetangga mereka. Dengan mulut Kaum Injili mengakui bahwa Yesus adalah tuhan namun dengan tindakan sebaliknya mereka menunjukkan kesetiaan pada uang, seks dan tindakan-tindakan pemuasan diri. Orang-orang skeptis tersenyum dalam tawa sinis terhadap kemunafikan yang terang-terangan ini. Setan tentu tertawa dalam senyuman yang penuh cemooh, umat Tuhan hanya dapat meratap.
BIS, hari ini saya akan membahas sebuat tema tentang kekayaan Rohani dan tanggungjawab orang-orang pilihan. Apa yang saya khotbahkan ini tidak ada yang baru, sangat sederhana, kita semua sudah tahu dan paham dengan dalam. Tetapi mari saya ajak kita sekalian untuk kembali merenungkan apa yang kita sudah tahu dan pahami ini dan menginstropeksi diri, apakah yang kita tahu tersebut sudah menjadi tindakan nyata dalam hidup kita sehari-hari?
BIS, Apakah yang menjadi kekayaan dan tanggungjawab orang-orang pilihan tersebut? Mari kita lihat perikop yang kit abaca tadi.
Setelah Paulus menjelaskan tentang dirinya yang menjadi rasul Kristus Yesus oleh karena kehendak Allah. Kemudian ia menjelaskan apa yang dikaruniakan Allah kepada jemaat di Efesus. Surat kepada jemaat di Efesus bukan untuk menjawab permasalahan yang sedang terjadi seperti pada surat-suratnya yang lain. Melainkan untuk memberikan pengajaran yang merupakan pondasi/dasar kekristenan.
Apa yang telah dikaruniakan Allah kepada orang-orang pilihanNya? Ayat 3 mengatakan “segala berkat rohani di dalam sorga”. Apa maksudnya? Ini bukanlah lawan dari berkat jasmani atau berkat material, tetapi seperti apa yang dinyatakan oleh ayat-ayat selanjutnya. Segala berkat rohani meliputi berkat: Ia telah memilih kita, Ia telah menentukan kita dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya. Kita beroleh penebusan yaitu pengampunan dosa, karunia Roh Kudus dan pengharapan akan kemuliaan. Segala berkat rohani inilah yang kita miliki sebagai kekayaan kita sebagai orang-orang terpilih.
Berkat Rohani yang pertama kita lihat pada ayat 4: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.
BIS, pemilihan Allah terhadap orang-orang pilihan-Nya itu bergantung kepada karakter, rencana dan tindakan Allah bukan kepada kualitas dari orang-orang yang dipilih-Nya. Inisiatif Allah berdasarkan anugerah-Nya. Pilihan Allah itu Cuma-Cuma dan tak bersyarat.
Menurut Calvin, frase ‘sebelum dunia dijadikan’ merupakan konfirmasi terhadap piliha Allah yang bebas dan tak bersyarat. Frase ini mengekkspresikan pilihan Allah itu mengambil tempat di dalam kekekalan. Ini juga menunjukkan tujuan Allah itu berakar pada kedalaman sifat dasarnya yang kekal itu. Sifat dasar Allah yaitu DIA adalah Allah yang selalu mengasihi dan mencari umat-Nya.
Frase ‘di dalam Dia atau Kristus’ merupakan konfirmasi kedua terhadap pilihan Allah yang tak bersyarat itu. Karena apabila kita dipilih di dalam Kristus itu berarti diluar diri kita. Ini bukan karena kelayakan pada diri kita tetapi karena Bapa kita di Surga. Singkatnya pemilihan kita di dalam nama Kristus berarti segala kebaikan dan apapun yang kita miliki tidak berarti sama sekali. Di dalam diri kita tidak ada sesuatupun yang layak. Pilihan Ilahi bersifat Cuma-Cuma dan menghancurkan tiap gagasan tentang nilai manusia, kabajikan manusia dan amal manusia.
Frase ‘supaya kita kudus dan tak bercacat’. Frase ini mengungkapkan bahwa kudus dan tak bercacat itu merupakan hasil dari pilihan Allah tersebut. Artinya bukan karena kekudusan sehingga Allah memanggil kita. Frase ini juga mau menegaskan bahwa pilihan Allah terhadap hidup kita memiliki implikasi tanggungjawab. Pilihan Allah menuntut tanggungjawab kita. Kata ‘kudus’ dalam bahasa Yunani  adalah hagios yang selalu mengandung pengertian perbedaan dan pemisahan. Allah itu Mahakudus karena Ia berbeda dari manusia, hari sabat disebut kudus karena berbeda dari hari-hari lainnya. Maka orang Kristen dipilih Allah agar supaya ia menjadi lain daripada orang-orang lain.
‘Tidak bercacat’ adalah terjemahan dari kata bahasa Yunani amomos. Kata ini cukup menarik karena selalu dipakai dalam hubungan dengan korban. Hukum Yunani mengharuskan adanya penelitian terlebih dahulu atas binatang yang akan dijadikan korban bagi Allah. Hanya yang terbaik sajalah yang dapat dijadikan korban bagi Allah. Kata amomos bersangkutan dengan seluruh keberadaan manusia sebagai persembahan bagi Allah. Kata itu menyangkut setiap segi kehidupan kita manusia seperti pekerjaan, kesenangan, olahraga, rumahtangga, hubungan antar manusia. Semua itu harus dibuat sedemikian rupa sehingga patut untuk dipersembahkan kepada Allah.
John Stott mengatakan Doktrin pilihan Allah memberi kita jaminan keamanan abadi, karena Allah yang memilih dan memanggil kita tentu akan menjaga kita sampai akhir hidup kita. Tapi jaminan keamanan itu sekali-kali bukan ‘kebolehan’ apalagi dorongan untuk berbuat dosa. Ada orang Kristen yang berpikir, “Karena saya dipilih Allah, maka saya tidak wajib mengindahkan kekudusan. Saya boleh berbuat semau saya.” Pemikiran atau pendapat yang mengerikan demikian tidak sesuai dengan ajaran yang benar mengenai pilihan Allah. Proses menjadi kudus itu dimulai sekarang ini dan di sini. Doktrin pilihan Allah ini tegas menentang dosa, dan mewajibkan kita menerapkan dalam hidup kita kekudusan. Kita dipilih supaya menjadi kudus. Karena satu-satunya bukti bahwa seseorang telah dipilih Allah, adalah terwujudnya dalam hidup orang itu kehidupan yang kudus. FF. Bruce berkata, “Prakarsa kasih Allah memilih seseorang, itu lebih dihormati oleh orang yang hidupnya suci dan serupa dengan Kristus, daripada orang yang berusaha membuka rahasia kasih itu dengan alasan-alasan rasionalis yang teramat halus.
BIS, sebagai hamba-hamba Tuhan, bukankah kitalah orang-orang yang seharusnya memiliki standar hidup kristiani yang hanya satu itu, yaitu sempurna, tidak bercacat. Perbedaan dengan dunia merupakan indikatornya. Perbedanan ini bukan untuk mengasingkan kita dari dunia tetapi agar kita itu berbeda dari orang-orang  lain di tengah-tengah dunia ini. Seharusnya hidup kita dengan mudah dibedakan dari orang-orang dunia ini melalui tingkah laku kita yang bukan berdasarkan hukum atau nilai dunia tetapi pada hukum dan nilai kristiani.
Ron Sider dalam bukunya ‘Skandal Hati Nurani Kaum Injili’ menuliskan: Temuan-temuan dalam berbagai jajak pendapat nasional yang diadakan oleh lembaga-lembaga jajak pendapat yang sangat dihormati, seperti The Gallup Organization dan The Barna Group sangat mengejutkan. “Gallup dan Barna,” membuat seorang teolog Michael Horton meratap, “Survey demi survey yang ada di tangan kita menunjukkan bahwa orang-orang Kristen Injili nampaknya sedikit demi sedikit hendak memeluk gaya hidup sebagai kaum hedonis, materialistik, berpusat pada diri sendiri dan berprilaku amoral dalam hal seksual, seperti dunia pada umumnya.” Perceraian nampaknya lebih umum terjadi di antara orang-orang Kristen ‘lahir baru’ daripada di antara populasi orang Amerika secara umum. Hanya 6% dari orang-orang Injili yang memberi perpuluhan. Orang-orang Injili kulit putih adalah orang-orang yang paling keberatan untuk hidup bersama tetangga yang berbeda ras. Josh McDowell telah menunjukkan bahwa persetubuhan seksual di kalangan pemuda Injili hanya sedikit kurang memalukan dibandingkan rekan-rekan sebaya mereka yang non Injili. Steve Gallagher mengatakan, “Secara tragis presentase dari laki-laki Kristen yang terlibat dalam pornografi tidak berbeda jauh dari orang-orang yang tidak mentuhankan Kristus.
Tidak mengherankan jika kemudian George Barna menyimpulkan, “Setiap hari, Gereja justru menjadi lebih seperti dunia yang semestinya diubahnya.”
Aplikasi
Berkat rohani yang kedua adalah pada ayat 5: “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.
BIS, ungkapan ini merupakan kunci pemahaman tentang dampak-dampak pilihan yang dialami sekarang. Kita dipilih supaya menjadi anak-anak-Nya. Berkaitan dengan mengangkat anak itu atau adopsi. Istilah ini tidak dikenal dalam masyarakat Yahudi, kerangka pemikiran Paulus berdasarkan hukum Romawi yang berlaku. Dalam dunia kuno tersebut, gambaran ini mempunyai arti yang lebih dalam dibanding masa kita sekarang ini. Pada waktu itu keberadaan keluarga didasarkan pada patria potestas, atau kuasa ayah. Bayangkan Saudar, Ayah itu berkuasa atas anak-anaknya selama dia dan anak-anak itu masih hidup. Ia dapat menjual anak itu sebagai budak atau membunuhnya. Dalam hukum Romawi, seorang anak tidak dapat memiliki apa-apa, setiap warisan yang menjadi haknya dan setiap pemberian yang didapatnya, menjadi milik sang ayah. Usia, martabat dan tanggungjawab kemasyarakatan yang telah dicapai si anak, tidak menjadi penghalang bagi sang ayah untuk memberlakukan kuasanya yang mutlak itu atas anaknya. Apalagi kalau ia bukan apa-apa.
BIS, dalam keadaan seperti itu maka jelaslah bahwa adopsi merupakan satu langkah yang sangat serius. Ada upacara untuk pengadopsian tersebut. Setelah upacara tersebut, si anak angkat kini memiliki segala hak sebagai anakyang sah dalam keluarga yang baru, dan sekaligus kehilangan segala haknya dalam keluarga yang lama. Menurut hukum yang berlaku, ia adalah manusia baru. Sedemikian barunya ia, sehingga semua hutang dan kewajiban yang bersangkut paut dengan keluarganya yang lama ditiadakan, seakan-akan semua itu tidak pernah ada.
Itulah juga yang Rasul Paulus katakan mengenai apa yang  telah Allah lakukan bagi kita. Secara mutlak dahulu kita ada dibawah kuasa dosa dan kuasa dunia. Tetapi Allah di dalam Yesus Kristus telah mengangkat kita keluar dari kuasa itu dan menempatkan di bawah kuasa-Nya. Kita telah diangkat anak oleh Allah. Tindakan adopsi Allah itu telah menghapuskan segala masa lalu kita dan menjadikan kita baru sama sekali.
Berdasarkan hukum Romawi tersebut, seseorang yang diangkat menjadi anak menikmati hak yang sama dengan hak anak kandung. Yesus Kristus adalah Putra Tunggal Allah, dan kita adalah anak angkatnya sehingga apa yang dianugerahkan kepada Kristus juga dianugerahkan kepada kita, seperti yang terdapat dalam Efesus 2:4-10. Ia telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus. Di dalam Kristus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan DIA di Sorga. Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita di dalam Kristus.
Hanya mereka yang telah diterima menjadi anak Allah yang dapat berkata, di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurt kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita …(7-8). Anak-anak Allah boleh masuk ke hadirat Bapa; kelegaan dan keberanian mereka di dapan Allah berasal dari pengetahuan bahwa mereka sudah ditebus dan diampuni. Penebusan atau apolutrosis yang berarti kebebasan melalui pembayan harga, dipakai khusunya berkaitan dengan menebus seorang tahanan perang atau budak atau membebaskan seseorang dari hukuman mati. Jelasnya, konsep ini menunjuk pada tindakan pembebasan seseorang dari keadaan di mana ia sendiri tidak mampu membebaskan dirinya sendiri; atau, tindakan pembebasan seseorang dari suatu denda atau hukuman yang ia sendiri tidak akan pernah dapat membayarnya.
Dari ayat 7 penebusan disamakaan dengan pengampunan karena kebebasan yang kita butuhkan itu merupakan kebebasan dari hukuman Allah yang adil karena dosa-dosa kita. Harga yang dibayar adalah penumpahan darah Kristus ketika Ia mati di atas salib karena kita tidak dapat membebaskan diri sendiri dari dosa-dosa tersebut. Penebusan, pengampunan dan diangkat menjadi anak tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Hak istimewa ini ialah penebusan atau pengampunan yang kita nikmati sekarang ini. Karena berkat itulah kita menjadi anak-anak Allah, berkat yang berasal dari anugerah yang dilimpahkan-Nya kepada kita.
Ketika kita diangkat menjadi anak Allah, selain hak istimewa, ada tanggungjawab yang diberikan kepada kita. Ayat 6 mengatakan, ‘supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia.” Ayat 12 “supaya kami yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.” Ayat 14 frase terakhir “…yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah di dalam hidup kita. 2 Korintus 3:18 memberikan penekanan yang sangat kuat “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar.” Jadi ketika kita ditentukan dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya melalui Kristus, ini memberi penekanan supaya kita boleh menjadi serupa dengan Kristus dan mengambil bagian di dalam kekudusan-Nya.
Jadi bila kita diangkat menjadi anak Allah, kita beroleh sesuatu dan sekaligus menghilangkan sesuatu. Kita beroleh hak masuk kepada Bapa melalui penebusan dan pengampunan. Di lain pihak kita menghilangkan cacat kita melalui suatu proses yang segera mulai dalam pekerjaan Roh yang menyucikan kita, dan akan disempurnakan kelak di Sorga.
Ilustrasi
Aplikasi
BIS, dalam bukunya, Why We Haven’t Changed The World, Peter E. Gillquist menulis refleksi atas tahun-tahun kehidupannya dan penginjilannya yang penuh semangat sebagai seorang pemimpin sebuah organisasi Injil yang besar dan terkemuka. Dengan tak henti-hentinya, terus menerus dan penuh semangat, ia berbicara kepada ribuan orang, mengundang mereka kepada Kristus. Ia menyimpulkan bahwa permulaan tahun delapan puluhan mungkin merupakan masa terkemuka dari aktivitass pekabaran Injil dibandingkan masa-masa yang lain di sepanjang sejarah gereja. Bagaimanapun juga, secara perlahan, Gillquist menyadari bahwa dunia tidak berubah. Mengapa? Karena gereja sendiri telah kehilangan kekudusan dan kebenarannya. Ia menulis, “Semua kegiatan penginjilan di dunia ini yang dilakukan oleh sebuah gereja yang pada dirinya tidak kudus dan tidak benar, tidak akan memiliki arti apa-apa di dalam kekuatan perubahan dunia.
BIS, perubahan dunia bisa terjadi, bila kita yang mengaku orang-orang yang dipilih Allah dan yang telah diangkat menjadi anak-Nya, menghormati Allah dengan kekudusan hidup kita, hidup yang berbeda dengan dunia, kita semakin hari semakin berjuang untuk menjadi serupa dengan Kristus sehingga kita dapat mencerminkan kemuliaan-Nya. Ya, bila kita hidup seperti itu, maka dunia ini akan berubah karena kehadiran kita. Banyak orang mengalami pembaharuan melalui interaksi orang-orang pilihan di tengah-tengah masyarakat. Hidup kita menjadi inspirasi bagi mereka untuk hidup benar dan niscaya semakin banyak orang mengenal Kristus dan nama Tuhan dimuliakan dalam keluarga, masyarakat, bangsa bahkan bagi dunia ini. Amin.





Selasa, 03 Maret 2015

Kepemimpinan (LEADERSHIP)

Peter Scazzero mengatakan bahwa seperti apa para pemimpinnya seperti itu juga gerejanya.[1] Saya akan memakai kalimat yang dimodifikasi lebih luas yaitu seperti apa para pemimpinnya seperti itu juga orang-orang yang dipimpinnya. Lanjut Scazzero mengatakan, “Kunci dari kepemimpinana rohani yang sehat banyak bergantung pada kehidupan batiniah pemimpinnya (kesehatan emosional dan spiritual) daripada kemahiran, karunia-karunia, ataupun pengalaman pemimpinnya.” Karena itu penekanan pembinaan kita hari ini adalah bagaimana kita sebagai pemimpin rohani di kampus-kampus dapat memiliki kepemimpinan yang memiliki kesehatan emosional dan spiritual sehingga dapat berpengaruh bagi orang-orang yang Tuhan percayakan kepada kita.
Saya tertarik dengan tulisan Samuel B. Hakh ketika menjelaskan tentang Kepemimpinan, Kuasa dan Wibawa.

“Dalam kepemimpinan Kristen, sumber kuasa atau wibawa adalah kebenaran Firman Allah dan Roh Kudus yang hidup dalam diri sang pemimpin. Orang  yang tidak hidup dari sumber wibawa atau kuasa ini mestinya tidak dipercayakan menjadi pemimpin dalam persekutuan umat Allah (gereja). Karena memang kuasa atau wibawa seorang pemimpin gereja tidak berpusat pada kelicikan dan kecerdasan sang pemimpin, tetapi oleh kuasa Firman Allah. Sang pemimpin mempengaruhi orang lain, bukan oleh kekuatannya secara pribadi atau oleh trik-triknya yang meyakinkan, melainkan oleh kehidupan yang disinari dan dimampukan oleh Roh Kudus. Memang kemampuan atau skill seseorang perlu dipertimbangkan tetapi hal itu bukan yang terutama. Sebab seorang pemimpin spiritual tidak hanya dituntut kecerdasannya tetapi lebih dari itu kedewasaan secara spiritual.”[2]

Lanjut ia berkata: “Dengan kedewasaan spiritual yang bersumber dari Firman dan Roh Kudus itu, sang pemimpin memiliki wibawa dan kepribadian yang kuat untuk mempengaruhi anggota kelompoknya. Pemimpin yang baik tidak hanya menyuruh pengikutnya berkorban tetapi ia sendiri harus ikut berkorban. Dengan berbuat demikian sang pemimpin memberikan keteladanan dan memiliki wibawa terhadap kelompoknya . . . .”[3]
Betapa sulitnya menemukan pemimpin yang memberikan keteladanan dan memiliki wibawa dan kuasa yang dapat menolong orang-orang yang dipimpinnya untuk mengalami transformasi hidup seperti yang diuraikan olah Hakh di atas.  Dengan nada yang sama diungkap oleh John Stott, “Dunia masa kini ditandai oleh kelangkaan pemimpin berkualitas . . . . Dengan meminjam metafora Tuhan Yesus, kita ini bagaikan ‘kawana domba tanpa gembala’, sementara para pemimpin kita sering tampil seperti ‘si buta yang memimpin orang buta’.”[4]
Kehadiran kita di sini merupakan sebuah stimulan untuk menjawab tantangan kelangkaan tersebut. Kiranya Tuhan menemukan dari antara kita orang-orang yang siap untuk Tuhan bentuk menjadi pemimpin-pemimpin yang berpengaruh bagi generasi ini. Sebuah kepemimpinan yang berpengaruh adalah seorang pemimpin yang memiliki ‘suatu perbauran antara kualitas alami dan kualitas spiritual’ atau dengan kata lain, antara  bakat alami dan pemberian spiritual.[5] Dengan perbauran tersebut diharapkan ia dapat menjadi seorang yang memiliki Kepemimpinan Transformatif.[6]
Karakteristik apakah yang dibutuhkan bagi Kepemimpinan Transformatif? Kita akan mempelajari  dari kehidupan Nehemia. Kepemimpinan Transformatif Nehemia[7], antara lain adalah:
1.      Memiliki Visi Kepemimpinan yang Tajam. Visi Nehemia sebagai seorang pemimpin tampak dalam penglihatan dan pandangan yang jauh ke depan berkenaan dengan rencana dan tujuan yang ingin dicapainya, yaitu pembangunan tembok Yerusalem. Sebagai seorang pemimpin, ia mempunyai ketetapan hati yang bulat dan tekad yang utuh dan hal itulah yang sangat mempengaruhi kerja dan motivasi bawahannya (Neh. 2:11-20).
2.      Memiliki Pengaruh Positif. Nehemia adalah seorang pemimpin rohani yang menonjol dalam Alkitab dengan pola kepemimpinan yang berpengaruh dan berwibawa. Ketika Nehemia berdiri di hadapan bangsa Israel dan berusaha memimpin mereka untuk membangun kembali tembok Yerusalem, tampak dengan jelas betapa besar pengaruh Nehemia (Neh. 3:1-32).
3.      Memiliki Interpersonal Skill. Pertama, Nehemia memiliki fleksibilitas atas kemampuan dan pengetahuan yang memenuhi standar yang dibutuhakn untuk bidang yang akan ia lakukan. Kedua, Nehemia adalah seorang organisatoris yang mampu mengkoordinir dengan pendekatan-pendekatan yang sistematis dan terukur. Ketiga, Nehemia seorang motivator yang baik. Keempat, Nehemia seorang komunikator dan fasilitator. Kelima, Nehemia adalah seorang yang jujur dan bertanggungjawab.
4.      Memiliki Sikap Pemberdaya. Sikap pemberdayaan dalam diri Nehemia tampak secara jelas ketika ia memberdayakan para pemimpin-pemimpin lain (mis: Bupati di seberang sungai Efrat). Nehemia mengarahkan pekerjaannya pada Tuhan dengan memberikan tanggungjawab kepada orang yang dapat dipercayai (delegating), sehingga ia memiliki ciri-ciri seorang pemimpin, yaitu: love, enthuciasthic, attitude, desire, expancy, responsibility, serve, honest, inisiatif, prayer.
5.      Memiliki Strategi Kepemimpinan yang Terukur. Nehemia mengkoordinasikan kekuatan rakyat, memberikan dorongan dan sekaligus perasaan tenang kepada umat. Ia bisa dan mau mempercayai orang-orang bawahannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Kita akan melihat perspektif lain dari kepemimpinan menurut John Stott. Lima unsur esensial tentang kepemimpinan:[8]
1.      Visi yang jelas (Amsal 29:18; Kis. 2:17)
Visi adalah suatu ihwal melihat, suatu ihwal mendapat persepsi tentang sesuatu yang imajinatif, yang memadu pemahaman  yang mendasar tentang situasi masa kini dengan pandangan yang menjangkau jauh ke depan. Visi sebagai ketidakpuasan yang mendalam tentang kebagaimanaan masa kini selaku suatu fakta, dibarengi dengan pandangan yang amat tajam tentang kebagaimanaan yang selayaknya selaku suatu kemungkinan. Awalnya adalah sebagai amarah yang pada tempatnya atas ‘status quo’ yang berlaku, yang kemudian berkembang menjadi usaha yang serius untuk mencari alternatifnya. Itu terlihat  dengan jelas pada sikap Yesus dalam pelayanan-Nya. Ada penyakit dan maut, dan kelaparan di tengah-tengah bangsa, itu tak berterima bagi-Nya, sebab dianggap-Nya tak sesuai dengan maksud asali Allah. Itulah sebabnya hati-Nya iba melihat korban-korbannya. Amarah dan iba hati merupakan suatu kombinasi yang maha kuat. Dua-duanya esensial bagi visi, dan karena itu juga bagi kepemimpinan.
Sesuatu yang besar tak mungkin tercapai, kalau dibaliknya tak ada suatu impian yang besar, suatu visi yang besar. Apa yang kita impikan buat bangsa, gereja, kampus, keluarga atau pribadi kita?
2.      Kerajinan Bekerja. Orang tidak cukup mempunyai visi, ia juga harus orang yang berbuat. Tukang-tukang mimpi harus berubah menjadi pemikir, pembuat rencana dan pekerja, dan itu menuntut kerelaan bersusah payah atau kemauan membanting tulang. Thomas Alva Edison, penemu tenaga listrik itu, yang mendefinisikan jenius itu sebagai 1% inspirasi (ilham) dan 99% pespirasi (keringat). Semua pemimpin besar, demikian juga seniman-seniman besar, menggarisbawahi kebenaran ucapan ini. Di balik kebolehan mereka yang kelihatan seperti datang dengan sendirinya itu, terdapat pengendalian diri yang paling ketat dan menjelimet. Contoh yang baik adalah pemain piano, Paderewski, yang termashyur itu. Setiap hari ia berlatih berjam-jam. Tidak jarang ia harus mengulangi sebaris not balok sampai lima puluh kali untuk dapat memainkannya dengan sempurna. Ratu Vicoria pernah berkata kepadanya, seusai mendengar permainan pianonya yang memukau, “Tuan Paderewski, Anda seorang jenius.” “Itu mungkin jadi, Nyonya,” jawabnya, “tapi sebelum menjadi orang jenius, aku harus membanting tulang.
Jadi, impian dan realitas, minat yang mengebu-gebu dan keterampilan praktis, itu harus disatupadukan. Tanpa impian dan visi, usaha kita akan kehilangan arah dan semangat; tapi tanpa kerja keras dan proyek-proyek nyata, impian itu akan menguap.
3.      Ketekunan yang penuh ketabahan
Tak dapat disangkal bahwa ketekunan merupakan salah satu kualitas kepemimpinan yang paling utama. Memimpikan impian dan mendapat penglihatan itu beda dengan menuangkan impian atau visi ke dalam kenyataan. Apalagi jika harus ditambah dengan unsur ketiga, yaitu ketekunan yang diperlukan untuk bisa mengatasi perlawanan yang bakal datang. Sebab, bagaimanapun juga perlawanan akan datang. Segera sesuatu kegiatan yang baik dimulai, kekuatan-kekuatan yang menentangnya pasti akan muncul. Namun, sifat pekerjaan Allah ialah akan semakin bertumbuh subur kalau semakin menemukan perlawanan. Itulah keanehannya yang menakjubkan itu. Peraknya akan semakin halus dan besinya akan menjadi besi baja.
Seorang pemimpin yang sejati memiliki kelenturan mental  guna menampung dampak kegagalan, ketabahan guna mengatasi kelelahan dan kelesuan, serta hikmat yang seperti yang dikatakan John Mott, mampu mengubah batu sandungan menjadi batu loncatan. Sebab, disamping visi dan kerajinan bekerja, pemimpin yang sejati itu memiliki karunia ketekunan sebagai tambahannya.
Ketekunan bukan sinonim dengan keras kepala. Pemimpin yang sejati tidak tuli terhadap kritikan. Sebaliknya, ia dengar-dengaran kepada kritikan serta menimbang-nimbangnya, dan tidak jarang mengubah programmnya senada dengan kritikan itu. Namun, keyakinannya yang asasi, takkan kunjung bergoyang karena kritikan. Keyakinan bahwa ia merasa dirinya dipanggil Allah, takkan kunjung dikhianatinya. Entah perlawanan apa pun yang timbul karenanya, atau pengorbanan apa pun yang dituntut daripadanya, ia takkan mundur, melainkan tetap bertahan dengan tekun.
4.      Pelayanan yang rendah hati (Mrk. 10:42-45)
Bagi pengikut-pengikut Yesus, menjadi pemimpin itu tidak sinonim menjadi tuan. Panggilan kita ialah untuk melayani, bukan untuk menguasai. Otoritas yang Tuhan berikan bukanlah otoritas pemimpin-penguasa, melainkan atas kerendahan hati pemimpin-hamba. Dengan otoritas itu, ia memimpin bukan dengan kekuasaan melainkan atas kasih, bukan kekerasan melainkan teladan, bukan paksaan melainkan persuasi.
Tugas para pemimpin Kristen adalah melayani, dan mereka yang melayani bukan kepentingan diri sendiri, melainkan kepentingan orang lain. (Flp. 2:4). Dengan melayani orang lain kita diam-diam mengakui harkat orang-orang selaku manusia. Pelayanan bukanlah batu loncatan untuk keagungan melainkan pelayanan itulah keagungan, satu-satunya jenis keagungan yang otentik.[9]
Dalam semua penekanan Kristiani atas pelayanan, murid Kristus itu hanya berusaha mengikuti dan merefleksikan Guru-nya. Sebab, meskipun ia Tuhan atas semua manusia, Ia menjadi pelayan bagi semua. Dengan mengikatkan kain penyeka kaki di pinggang-Nya, Ia bersimpuh untuk membasuh kaki para rasul. Kini Ia meminta kita melakukan yang sama seperti dilakukan-Nya, untuk mengenakan jubah kerendahan hati, dan saling melayani dalam kasih. Tidak ada kepemimpinan Kristiani yang dapat disebut otentik, kalau bukan ditandai oleh roh kerendahan hati dan pelayanan dengan sukacita.
5.      Disiplin Baja
Setiap visi mempunyai kecenderungan untuk memudar. Kerja keras yang dimulai dengan semangat yang berapi-api, dapat dengan mudah berubah menjadi kerja rutin yang hampa tanpa makna. Penderitaan dan rasa kesepian mulai menunjukkan pengaruhnya. Pemimpin merasa dirinya tidak dihargai dan mulai menjadi jenuh. Cita-cita Kristiani tentang pelayanan yang rendah hati kedengaran indah dalam teori, tapi dalam kenyataan terbukti tidak praktis.
Pertanda terakhir seorang pemimpin Kristiani adalah disiplin, bukan saja disiplin dalam arti umum sebagai kemampuan mengendalikan nafsu-nafsu serta mengattur waktu dan tenaga sendiri, melainkan dan istimewa dalam artinya yang khusus, yaitu disiplin untuk berharap hanya pada Allah. Pemimpin Kristiani sadar akan kelemahannya. Ia tahu betapa besar tugas yang diembannya dan betapa kuat pihak yang menentangnya. Namun ia tahu juga betapa tak berhingga kekayaan kasih karunia Allah. Teladan Tuhan Yesus adalah Ia secara teratur menjauhkan diri dari khalayak ramai untuk sendirian bersama Allah di suatu tempat yang sepi dan memperoleh kekuatan baru.
Hanya mereka yang mendisiplinkan dirinya untuk mencari wajah Allah, yang dapat menjaga visinya tetap bercahaya-cahaya, hanya mereka yang hidup di hadapan salib Kristus, yang api batinnya tetap dinyalakan kembali dan takkan kunjung padam.



[1]Peter Scazzero, Gereja yang Sehat Secara Emosional. (Batam: Gospel, 2005) 27.
[2]Samuel B. Hakh, “Kepemimpinan: Suatu Tinjauan dari Sudut Pandang Perjanjian Baru,” Setia 1/04 (2004) 1-15.

[3]Hakh, “Kepemimpinan 1-15.
[4]John Stott, Isu-isu Global: Menantang Kepemimpinan Kristiani. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2005) 459-460.
[5]Ibid. 461.
[6]Pengertian transformasi dalam Roma 12:2 adalah pembaharuan pikiran yang membuka kesadaran sehingga memberi pengertian dan melahirkan persepsi-persepsi dalam diri seseorang. Pembaharuan inilah yang mengubah pola pikir seseorang. (Gernaida Kr. Pakpahan, “Kepemimpinan Nehemia: Suatu Kepemimpinan Transformatif,” Setia 1/04 [2004] 16-31.)
[7]Ibid. 16-31.
[8]Stott, Isu-isu Global 461-479.
[9]Perkataan T.W. Manson. Ia menjelaskan tentang perbedaan konsep dunia dan kerajaan Allah tentang arti pemimpin yang melayani. Bagi Yesus, pelayanan mempunyai  tujuan dalam dirinya sendiri.