Minggu, 11 Oktober 2015

Kekayaan dan Tanggungjawab Orang-orang Terpilih


Shaloom…
Bapak/Ibu/Saudara, hari ini kita akan memulai rangkain khotbah dari Kitab Efesus. Mari kita bersama-sama membuka Alkitab dari Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus 1:1-14.
Doktrin yang benar seharusnya menghasilkan tindakan yang benar. Sebagai kaum Injili kita sering mengakui doktrin kita lebih dekat dengan visi Alkitabiah bahkan mungkin sangat Alkitabiah. Dan kalau memang begitu kita bisa saja mengatakan bahwa kaum Injililah yang banyak tersebar di mana-mana sedang menunjukkan hidup yang benar itu. Mereka menjadi sakssi dan teladan di tengah-tengah dunia yang sedang rusak moral ini.
Tetapi ada apa dengan Kaum Injili? Menurut hasil jajak pendapat yang dilakukan terhadap kaum Injili di dunia Barat, yang terdapat dalam Buku Ron Sider, mengungkap: Kaum Injili mempercayai teks-teks kuno yang mengajar bahwa perjanjian seumur hidup antara seorang laki-laki dan perempuan berada pada pusat rancangan Sang Pencipta bagi keluarga. Namun justru kaum Injililah yang menceraikan pasangan mereka sesering tetangga-tetangga mereka. Dengan mulut Kaum Injili mengakui bahwa Yesus adalah tuhan namun dengan tindakan sebaliknya mereka menunjukkan kesetiaan pada uang, seks dan tindakan-tindakan pemuasan diri. Orang-orang skeptis tersenyum dalam tawa sinis terhadap kemunafikan yang terang-terangan ini. Setan tentu tertawa dalam senyuman yang penuh cemooh, umat Tuhan hanya dapat meratap.
BIS, hari ini saya akan membahas sebuat tema tentang kekayaan Rohani dan tanggungjawab orang-orang pilihan. Apa yang saya khotbahkan ini tidak ada yang baru, sangat sederhana, kita semua sudah tahu dan paham dengan dalam. Tetapi mari saya ajak kita sekalian untuk kembali merenungkan apa yang kita sudah tahu dan pahami ini dan menginstropeksi diri, apakah yang kita tahu tersebut sudah menjadi tindakan nyata dalam hidup kita sehari-hari?
BIS, Apakah yang menjadi kekayaan dan tanggungjawab orang-orang pilihan tersebut? Mari kita lihat perikop yang kit abaca tadi.
Setelah Paulus menjelaskan tentang dirinya yang menjadi rasul Kristus Yesus oleh karena kehendak Allah. Kemudian ia menjelaskan apa yang dikaruniakan Allah kepada jemaat di Efesus. Surat kepada jemaat di Efesus bukan untuk menjawab permasalahan yang sedang terjadi seperti pada surat-suratnya yang lain. Melainkan untuk memberikan pengajaran yang merupakan pondasi/dasar kekristenan.
Apa yang telah dikaruniakan Allah kepada orang-orang pilihanNya? Ayat 3 mengatakan “segala berkat rohani di dalam sorga”. Apa maksudnya? Ini bukanlah lawan dari berkat jasmani atau berkat material, tetapi seperti apa yang dinyatakan oleh ayat-ayat selanjutnya. Segala berkat rohani meliputi berkat: Ia telah memilih kita, Ia telah menentukan kita dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya. Kita beroleh penebusan yaitu pengampunan dosa, karunia Roh Kudus dan pengharapan akan kemuliaan. Segala berkat rohani inilah yang kita miliki sebagai kekayaan kita sebagai orang-orang terpilih.
Berkat Rohani yang pertama kita lihat pada ayat 4: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.
BIS, pemilihan Allah terhadap orang-orang pilihan-Nya itu bergantung kepada karakter, rencana dan tindakan Allah bukan kepada kualitas dari orang-orang yang dipilih-Nya. Inisiatif Allah berdasarkan anugerah-Nya. Pilihan Allah itu Cuma-Cuma dan tak bersyarat.
Menurut Calvin, frase ‘sebelum dunia dijadikan’ merupakan konfirmasi terhadap piliha Allah yang bebas dan tak bersyarat. Frase ini mengekkspresikan pilihan Allah itu mengambil tempat di dalam kekekalan. Ini juga menunjukkan tujuan Allah itu berakar pada kedalaman sifat dasarnya yang kekal itu. Sifat dasar Allah yaitu DIA adalah Allah yang selalu mengasihi dan mencari umat-Nya.
Frase ‘di dalam Dia atau Kristus’ merupakan konfirmasi kedua terhadap pilihan Allah yang tak bersyarat itu. Karena apabila kita dipilih di dalam Kristus itu berarti diluar diri kita. Ini bukan karena kelayakan pada diri kita tetapi karena Bapa kita di Surga. Singkatnya pemilihan kita di dalam nama Kristus berarti segala kebaikan dan apapun yang kita miliki tidak berarti sama sekali. Di dalam diri kita tidak ada sesuatupun yang layak. Pilihan Ilahi bersifat Cuma-Cuma dan menghancurkan tiap gagasan tentang nilai manusia, kabajikan manusia dan amal manusia.
Frase ‘supaya kita kudus dan tak bercacat’. Frase ini mengungkapkan bahwa kudus dan tak bercacat itu merupakan hasil dari pilihan Allah tersebut. Artinya bukan karena kekudusan sehingga Allah memanggil kita. Frase ini juga mau menegaskan bahwa pilihan Allah terhadap hidup kita memiliki implikasi tanggungjawab. Pilihan Allah menuntut tanggungjawab kita. Kata ‘kudus’ dalam bahasa Yunani  adalah hagios yang selalu mengandung pengertian perbedaan dan pemisahan. Allah itu Mahakudus karena Ia berbeda dari manusia, hari sabat disebut kudus karena berbeda dari hari-hari lainnya. Maka orang Kristen dipilih Allah agar supaya ia menjadi lain daripada orang-orang lain.
‘Tidak bercacat’ adalah terjemahan dari kata bahasa Yunani amomos. Kata ini cukup menarik karena selalu dipakai dalam hubungan dengan korban. Hukum Yunani mengharuskan adanya penelitian terlebih dahulu atas binatang yang akan dijadikan korban bagi Allah. Hanya yang terbaik sajalah yang dapat dijadikan korban bagi Allah. Kata amomos bersangkutan dengan seluruh keberadaan manusia sebagai persembahan bagi Allah. Kata itu menyangkut setiap segi kehidupan kita manusia seperti pekerjaan, kesenangan, olahraga, rumahtangga, hubungan antar manusia. Semua itu harus dibuat sedemikian rupa sehingga patut untuk dipersembahkan kepada Allah.
John Stott mengatakan Doktrin pilihan Allah memberi kita jaminan keamanan abadi, karena Allah yang memilih dan memanggil kita tentu akan menjaga kita sampai akhir hidup kita. Tapi jaminan keamanan itu sekali-kali bukan ‘kebolehan’ apalagi dorongan untuk berbuat dosa. Ada orang Kristen yang berpikir, “Karena saya dipilih Allah, maka saya tidak wajib mengindahkan kekudusan. Saya boleh berbuat semau saya.” Pemikiran atau pendapat yang mengerikan demikian tidak sesuai dengan ajaran yang benar mengenai pilihan Allah. Proses menjadi kudus itu dimulai sekarang ini dan di sini. Doktrin pilihan Allah ini tegas menentang dosa, dan mewajibkan kita menerapkan dalam hidup kita kekudusan. Kita dipilih supaya menjadi kudus. Karena satu-satunya bukti bahwa seseorang telah dipilih Allah, adalah terwujudnya dalam hidup orang itu kehidupan yang kudus. FF. Bruce berkata, “Prakarsa kasih Allah memilih seseorang, itu lebih dihormati oleh orang yang hidupnya suci dan serupa dengan Kristus, daripada orang yang berusaha membuka rahasia kasih itu dengan alasan-alasan rasionalis yang teramat halus.
BIS, sebagai hamba-hamba Tuhan, bukankah kitalah orang-orang yang seharusnya memiliki standar hidup kristiani yang hanya satu itu, yaitu sempurna, tidak bercacat. Perbedaan dengan dunia merupakan indikatornya. Perbedanan ini bukan untuk mengasingkan kita dari dunia tetapi agar kita itu berbeda dari orang-orang  lain di tengah-tengah dunia ini. Seharusnya hidup kita dengan mudah dibedakan dari orang-orang dunia ini melalui tingkah laku kita yang bukan berdasarkan hukum atau nilai dunia tetapi pada hukum dan nilai kristiani.
Ron Sider dalam bukunya ‘Skandal Hati Nurani Kaum Injili’ menuliskan: Temuan-temuan dalam berbagai jajak pendapat nasional yang diadakan oleh lembaga-lembaga jajak pendapat yang sangat dihormati, seperti The Gallup Organization dan The Barna Group sangat mengejutkan. “Gallup dan Barna,” membuat seorang teolog Michael Horton meratap, “Survey demi survey yang ada di tangan kita menunjukkan bahwa orang-orang Kristen Injili nampaknya sedikit demi sedikit hendak memeluk gaya hidup sebagai kaum hedonis, materialistik, berpusat pada diri sendiri dan berprilaku amoral dalam hal seksual, seperti dunia pada umumnya.” Perceraian nampaknya lebih umum terjadi di antara orang-orang Kristen ‘lahir baru’ daripada di antara populasi orang Amerika secara umum. Hanya 6% dari orang-orang Injili yang memberi perpuluhan. Orang-orang Injili kulit putih adalah orang-orang yang paling keberatan untuk hidup bersama tetangga yang berbeda ras. Josh McDowell telah menunjukkan bahwa persetubuhan seksual di kalangan pemuda Injili hanya sedikit kurang memalukan dibandingkan rekan-rekan sebaya mereka yang non Injili. Steve Gallagher mengatakan, “Secara tragis presentase dari laki-laki Kristen yang terlibat dalam pornografi tidak berbeda jauh dari orang-orang yang tidak mentuhankan Kristus.
Tidak mengherankan jika kemudian George Barna menyimpulkan, “Setiap hari, Gereja justru menjadi lebih seperti dunia yang semestinya diubahnya.”
Aplikasi
Berkat rohani yang kedua adalah pada ayat 5: “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.
BIS, ungkapan ini merupakan kunci pemahaman tentang dampak-dampak pilihan yang dialami sekarang. Kita dipilih supaya menjadi anak-anak-Nya. Berkaitan dengan mengangkat anak itu atau adopsi. Istilah ini tidak dikenal dalam masyarakat Yahudi, kerangka pemikiran Paulus berdasarkan hukum Romawi yang berlaku. Dalam dunia kuno tersebut, gambaran ini mempunyai arti yang lebih dalam dibanding masa kita sekarang ini. Pada waktu itu keberadaan keluarga didasarkan pada patria potestas, atau kuasa ayah. Bayangkan Saudar, Ayah itu berkuasa atas anak-anaknya selama dia dan anak-anak itu masih hidup. Ia dapat menjual anak itu sebagai budak atau membunuhnya. Dalam hukum Romawi, seorang anak tidak dapat memiliki apa-apa, setiap warisan yang menjadi haknya dan setiap pemberian yang didapatnya, menjadi milik sang ayah. Usia, martabat dan tanggungjawab kemasyarakatan yang telah dicapai si anak, tidak menjadi penghalang bagi sang ayah untuk memberlakukan kuasanya yang mutlak itu atas anaknya. Apalagi kalau ia bukan apa-apa.
BIS, dalam keadaan seperti itu maka jelaslah bahwa adopsi merupakan satu langkah yang sangat serius. Ada upacara untuk pengadopsian tersebut. Setelah upacara tersebut, si anak angkat kini memiliki segala hak sebagai anakyang sah dalam keluarga yang baru, dan sekaligus kehilangan segala haknya dalam keluarga yang lama. Menurut hukum yang berlaku, ia adalah manusia baru. Sedemikian barunya ia, sehingga semua hutang dan kewajiban yang bersangkut paut dengan keluarganya yang lama ditiadakan, seakan-akan semua itu tidak pernah ada.
Itulah juga yang Rasul Paulus katakan mengenai apa yang  telah Allah lakukan bagi kita. Secara mutlak dahulu kita ada dibawah kuasa dosa dan kuasa dunia. Tetapi Allah di dalam Yesus Kristus telah mengangkat kita keluar dari kuasa itu dan menempatkan di bawah kuasa-Nya. Kita telah diangkat anak oleh Allah. Tindakan adopsi Allah itu telah menghapuskan segala masa lalu kita dan menjadikan kita baru sama sekali.
Berdasarkan hukum Romawi tersebut, seseorang yang diangkat menjadi anak menikmati hak yang sama dengan hak anak kandung. Yesus Kristus adalah Putra Tunggal Allah, dan kita adalah anak angkatnya sehingga apa yang dianugerahkan kepada Kristus juga dianugerahkan kepada kita, seperti yang terdapat dalam Efesus 2:4-10. Ia telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus. Di dalam Kristus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan DIA di Sorga. Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap kita di dalam Kristus.
Hanya mereka yang telah diterima menjadi anak Allah yang dapat berkata, di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurt kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita …(7-8). Anak-anak Allah boleh masuk ke hadirat Bapa; kelegaan dan keberanian mereka di dapan Allah berasal dari pengetahuan bahwa mereka sudah ditebus dan diampuni. Penebusan atau apolutrosis yang berarti kebebasan melalui pembayan harga, dipakai khusunya berkaitan dengan menebus seorang tahanan perang atau budak atau membebaskan seseorang dari hukuman mati. Jelasnya, konsep ini menunjuk pada tindakan pembebasan seseorang dari keadaan di mana ia sendiri tidak mampu membebaskan dirinya sendiri; atau, tindakan pembebasan seseorang dari suatu denda atau hukuman yang ia sendiri tidak akan pernah dapat membayarnya.
Dari ayat 7 penebusan disamakaan dengan pengampunan karena kebebasan yang kita butuhkan itu merupakan kebebasan dari hukuman Allah yang adil karena dosa-dosa kita. Harga yang dibayar adalah penumpahan darah Kristus ketika Ia mati di atas salib karena kita tidak dapat membebaskan diri sendiri dari dosa-dosa tersebut. Penebusan, pengampunan dan diangkat menjadi anak tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Hak istimewa ini ialah penebusan atau pengampunan yang kita nikmati sekarang ini. Karena berkat itulah kita menjadi anak-anak Allah, berkat yang berasal dari anugerah yang dilimpahkan-Nya kepada kita.
Ketika kita diangkat menjadi anak Allah, selain hak istimewa, ada tanggungjawab yang diberikan kepada kita. Ayat 6 mengatakan, ‘supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia.” Ayat 12 “supaya kami yang sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus boleh menjadi puji-pujian bagi kemuliaan-Nya.” Ayat 14 frase terakhir “…yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah di dalam hidup kita. 2 Korintus 3:18 memberikan penekanan yang sangat kuat “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin besar.” Jadi ketika kita ditentukan dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya melalui Kristus, ini memberi penekanan supaya kita boleh menjadi serupa dengan Kristus dan mengambil bagian di dalam kekudusan-Nya.
Jadi bila kita diangkat menjadi anak Allah, kita beroleh sesuatu dan sekaligus menghilangkan sesuatu. Kita beroleh hak masuk kepada Bapa melalui penebusan dan pengampunan. Di lain pihak kita menghilangkan cacat kita melalui suatu proses yang segera mulai dalam pekerjaan Roh yang menyucikan kita, dan akan disempurnakan kelak di Sorga.
Ilustrasi
Aplikasi
BIS, dalam bukunya, Why We Haven’t Changed The World, Peter E. Gillquist menulis refleksi atas tahun-tahun kehidupannya dan penginjilannya yang penuh semangat sebagai seorang pemimpin sebuah organisasi Injil yang besar dan terkemuka. Dengan tak henti-hentinya, terus menerus dan penuh semangat, ia berbicara kepada ribuan orang, mengundang mereka kepada Kristus. Ia menyimpulkan bahwa permulaan tahun delapan puluhan mungkin merupakan masa terkemuka dari aktivitass pekabaran Injil dibandingkan masa-masa yang lain di sepanjang sejarah gereja. Bagaimanapun juga, secara perlahan, Gillquist menyadari bahwa dunia tidak berubah. Mengapa? Karena gereja sendiri telah kehilangan kekudusan dan kebenarannya. Ia menulis, “Semua kegiatan penginjilan di dunia ini yang dilakukan oleh sebuah gereja yang pada dirinya tidak kudus dan tidak benar, tidak akan memiliki arti apa-apa di dalam kekuatan perubahan dunia.
BIS, perubahan dunia bisa terjadi, bila kita yang mengaku orang-orang yang dipilih Allah dan yang telah diangkat menjadi anak-Nya, menghormati Allah dengan kekudusan hidup kita, hidup yang berbeda dengan dunia, kita semakin hari semakin berjuang untuk menjadi serupa dengan Kristus sehingga kita dapat mencerminkan kemuliaan-Nya. Ya, bila kita hidup seperti itu, maka dunia ini akan berubah karena kehadiran kita. Banyak orang mengalami pembaharuan melalui interaksi orang-orang pilihan di tengah-tengah masyarakat. Hidup kita menjadi inspirasi bagi mereka untuk hidup benar dan niscaya semakin banyak orang mengenal Kristus dan nama Tuhan dimuliakan dalam keluarga, masyarakat, bangsa bahkan bagi dunia ini. Amin.