Shaloom…
Bapak/Ibu/Saudara, hari ini kita akan memulai rangkain
khotbah dari Kitab Efesus. Mari kita bersama-sama membuka Alkitab dari Surat
Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus 1:1-14.
Doktrin yang benar seharusnya menghasilkan tindakan yang
benar. Sebagai kaum Injili kita sering mengakui doktrin kita lebih dekat dengan
visi Alkitabiah bahkan mungkin sangat Alkitabiah. Dan kalau memang begitu kita
bisa saja mengatakan bahwa kaum Injililah yang banyak tersebar di mana-mana
sedang menunjukkan hidup yang benar itu. Mereka menjadi sakssi dan teladan di
tengah-tengah dunia yang sedang rusak moral ini.
Tetapi ada apa dengan Kaum Injili? Menurut hasil jajak
pendapat yang dilakukan terhadap kaum Injili di dunia Barat, yang terdapat
dalam Buku Ron Sider, mengungkap: Kaum Injili mempercayai teks-teks kuno yang
mengajar bahwa perjanjian seumur hidup antara seorang laki-laki dan perempuan
berada pada pusat rancangan Sang Pencipta bagi keluarga. Namun justru kaum
Injililah yang menceraikan pasangan mereka sesering tetangga-tetangga mereka.
Dengan mulut Kaum Injili mengakui bahwa Yesus adalah tuhan namun dengan
tindakan sebaliknya mereka menunjukkan kesetiaan pada uang, seks dan
tindakan-tindakan pemuasan diri. Orang-orang skeptis tersenyum dalam tawa sinis
terhadap kemunafikan yang terang-terangan ini. Setan tentu tertawa dalam
senyuman yang penuh cemooh, umat Tuhan hanya dapat meratap.
BIS, hari ini saya akan membahas sebuat tema tentang
kekayaan Rohani dan tanggungjawab orang-orang pilihan. Apa yang saya khotbahkan
ini tidak ada yang baru, sangat sederhana, kita semua sudah tahu dan paham
dengan dalam. Tetapi mari saya ajak kita sekalian untuk kembali merenungkan apa
yang kita sudah tahu dan pahami ini dan menginstropeksi diri, apakah yang kita
tahu tersebut sudah menjadi tindakan nyata dalam hidup kita sehari-hari?
BIS, Apakah yang menjadi kekayaan dan tanggungjawab
orang-orang pilihan tersebut? Mari kita lihat perikop yang kit abaca tadi.
Setelah Paulus menjelaskan tentang dirinya yang menjadi
rasul Kristus Yesus oleh karena kehendak Allah. Kemudian ia menjelaskan apa
yang dikaruniakan Allah kepada jemaat di Efesus. Surat kepada jemaat di Efesus bukan untuk
menjawab permasalahan yang sedang terjadi seperti pada surat-suratnya yang
lain. Melainkan untuk memberikan pengajaran yang merupakan pondasi/dasar
kekristenan.
Apa yang telah dikaruniakan Allah kepada orang-orang
pilihanNya? Ayat 3 mengatakan “segala berkat rohani di dalam sorga”. Apa
maksudnya? Ini bukanlah lawan dari berkat jasmani atau berkat material, tetapi
seperti apa yang dinyatakan oleh ayat-ayat selanjutnya. Segala berkat rohani
meliputi berkat: Ia telah memilih kita, Ia telah menentukan kita dari semula
untuk menjadi anak-anak-Nya. Kita beroleh penebusan yaitu pengampunan dosa,
karunia Roh Kudus dan pengharapan akan kemuliaan. Segala berkat rohani inilah
yang kita miliki sebagai kekayaan kita sebagai orang-orang terpilih.
Berkat Rohani yang pertama kita lihat pada ayat 4:
“Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya
kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.
BIS, pemilihan Allah terhadap orang-orang pilihan-Nya
itu bergantung kepada karakter, rencana dan tindakan Allah bukan kepada
kualitas dari orang-orang yang dipilih-Nya. Inisiatif Allah berdasarkan
anugerah-Nya. Pilihan Allah itu Cuma-Cuma dan tak bersyarat.
Menurut Calvin, frase ‘sebelum dunia dijadikan’
merupakan konfirmasi terhadap piliha Allah yang bebas dan tak bersyarat. Frase
ini mengekkspresikan pilihan Allah itu mengambil tempat di dalam kekekalan. Ini
juga menunjukkan tujuan Allah itu berakar pada kedalaman sifat dasarnya yang
kekal itu. Sifat dasar Allah yaitu DIA adalah Allah yang selalu mengasihi dan
mencari umat-Nya.
Frase ‘di dalam Dia atau Kristus’ merupakan konfirmasi
kedua terhadap pilihan Allah yang tak bersyarat itu. Karena apabila kita
dipilih di dalam Kristus itu berarti diluar diri kita. Ini bukan karena
kelayakan pada diri kita tetapi karena Bapa kita di Surga. Singkatnya pemilihan
kita di dalam nama Kristus berarti segala kebaikan dan apapun yang kita miliki
tidak berarti sama sekali. Di dalam diri kita tidak ada sesuatupun yang layak.
Pilihan Ilahi bersifat Cuma-Cuma dan menghancurkan tiap gagasan tentang nilai
manusia, kabajikan manusia dan amal manusia.
Frase ‘supaya kita kudus dan tak bercacat’. Frase ini
mengungkapkan bahwa kudus dan tak bercacat itu merupakan hasil dari pilihan
Allah tersebut. Artinya bukan karena kekudusan sehingga Allah memanggil kita.
Frase ini juga mau menegaskan bahwa pilihan Allah terhadap hidup kita memiliki
implikasi tanggungjawab. Pilihan Allah menuntut tanggungjawab kita. Kata
‘kudus’ dalam bahasa Yunani adalah hagios yang selalu mengandung pengertian
perbedaan dan pemisahan. Allah itu Mahakudus karena Ia berbeda dari manusia,
hari sabat disebut kudus karena berbeda dari hari-hari lainnya. Maka orang
Kristen dipilih Allah agar supaya ia menjadi lain daripada orang-orang lain.
‘Tidak bercacat’ adalah terjemahan dari kata bahasa
Yunani amomos. Kata ini cukup menarik
karena selalu dipakai dalam hubungan dengan korban. Hukum Yunani mengharuskan
adanya penelitian terlebih dahulu atas binatang yang akan dijadikan korban bagi
Allah. Hanya yang terbaik sajalah yang dapat dijadikan korban bagi Allah. Kata amomos bersangkutan dengan seluruh
keberadaan manusia sebagai persembahan bagi Allah. Kata itu menyangkut setiap
segi kehidupan kita manusia seperti pekerjaan, kesenangan, olahraga,
rumahtangga, hubungan antar manusia. Semua itu harus dibuat sedemikian rupa
sehingga patut untuk dipersembahkan kepada Allah.
John Stott mengatakan Doktrin pilihan Allah memberi kita
jaminan keamanan abadi, karena Allah yang memilih dan memanggil kita tentu akan
menjaga kita sampai akhir hidup kita. Tapi jaminan keamanan itu sekali-kali
bukan ‘kebolehan’ apalagi dorongan untuk berbuat dosa. Ada orang Kristen yang berpikir, “Karena saya
dipilih Allah, maka saya tidak wajib mengindahkan kekudusan. Saya boleh berbuat
semau saya.” Pemikiran atau pendapat yang mengerikan demikian tidak sesuai
dengan ajaran yang benar mengenai pilihan Allah. Proses menjadi kudus itu
dimulai sekarang ini dan di sini. Doktrin pilihan Allah ini tegas menentang
dosa, dan mewajibkan kita menerapkan dalam hidup kita kekudusan. Kita dipilih
supaya menjadi kudus. Karena satu-satunya bukti bahwa seseorang telah dipilih
Allah, adalah terwujudnya dalam hidup orang itu kehidupan yang kudus. FF. Bruce
berkata, “Prakarsa kasih Allah memilih seseorang, itu lebih dihormati oleh
orang yang hidupnya suci dan serupa dengan Kristus, daripada orang yang
berusaha membuka rahasia kasih itu dengan alasan-alasan rasionalis yang teramat
halus.
BIS, sebagai hamba-hamba Tuhan, bukankah kitalah
orang-orang yang seharusnya memiliki standar hidup kristiani yang hanya satu
itu, yaitu sempurna, tidak bercacat. Perbedaan dengan dunia merupakan
indikatornya. Perbedanan ini bukan untuk mengasingkan kita dari dunia tetapi
agar kita itu berbeda dari orang-orang
lain di tengah-tengah dunia ini. Seharusnya hidup kita dengan mudah dibedakan
dari orang-orang dunia ini melalui tingkah laku kita yang bukan berdasarkan
hukum atau nilai dunia tetapi pada hukum dan nilai kristiani.
Ron Sider dalam bukunya ‘Skandal Hati Nurani Kaum
Injili’ menuliskan: Temuan-temuan dalam berbagai jajak pendapat nasional yang
diadakan oleh lembaga-lembaga jajak pendapat yang sangat dihormati, seperti The
Gallup Organization dan The Barna Group sangat mengejutkan. “Gallup dan Barna,”
membuat seorang teolog Michael Horton meratap, “Survey demi survey yang ada di
tangan kita menunjukkan bahwa orang-orang Kristen Injili nampaknya sedikit demi
sedikit hendak memeluk gaya hidup sebagai kaum hedonis, materialistik, berpusat
pada diri sendiri dan berprilaku amoral dalam hal seksual, seperti dunia pada
umumnya.” Perceraian nampaknya lebih umum terjadi di antara orang-orang Kristen
‘lahir baru’ daripada di antara populasi orang Amerika secara umum. Hanya 6%
dari orang-orang Injili yang memberi perpuluhan. Orang-orang Injili kulit putih
adalah orang-orang yang paling keberatan untuk hidup bersama tetangga yang berbeda
ras. Josh McDowell telah menunjukkan bahwa persetubuhan seksual di kalangan
pemuda Injili hanya sedikit kurang memalukan dibandingkan rekan-rekan sebaya
mereka yang non Injili. Steve Gallagher mengatakan, “Secara tragis presentase
dari laki-laki Kristen yang terlibat dalam pornografi tidak berbeda jauh dari
orang-orang yang tidak mentuhankan Kristus.
Tidak mengherankan jika kemudian George Barna
menyimpulkan, “Setiap hari, Gereja justru menjadi lebih seperti dunia yang
semestinya diubahnya.”
Aplikasi
Berkat rohani yang kedua adalah pada ayat 5: “Dalam
kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi
anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.
BIS, ungkapan ini merupakan kunci pemahaman tentang
dampak-dampak pilihan yang dialami sekarang. Kita dipilih supaya menjadi
anak-anak-Nya. Berkaitan dengan mengangkat anak itu atau adopsi. Istilah ini
tidak dikenal dalam masyarakat Yahudi, kerangka pemikiran Paulus berdasarkan
hukum Romawi yang berlaku. Dalam dunia kuno tersebut, gambaran ini mempunyai
arti yang lebih dalam dibanding masa kita sekarang ini. Pada waktu itu
keberadaan keluarga didasarkan pada patria potestas, atau kuasa ayah. Bayangkan
Saudar, Ayah itu berkuasa atas anak-anaknya selama dia dan anak-anak itu masih
hidup. Ia dapat menjual anak itu sebagai budak atau membunuhnya. Dalam hukum
Romawi, seorang anak tidak dapat memiliki apa-apa, setiap warisan yang menjadi
haknya dan setiap pemberian yang didapatnya, menjadi milik sang ayah. Usia,
martabat dan tanggungjawab kemasyarakatan yang telah dicapai si anak, tidak
menjadi penghalang bagi sang ayah untuk memberlakukan kuasanya yang mutlak itu
atas anaknya. Apalagi kalau ia bukan apa-apa.
BIS, dalam keadaan seperti itu maka jelaslah bahwa
adopsi merupakan satu langkah yang sangat serius. Ada upacara untuk pengadopsian tersebut.
Setelah upacara tersebut, si anak angkat kini memiliki segala hak sebagai
anakyang sah dalam keluarga yang baru, dan sekaligus kehilangan segala haknya
dalam keluarga yang lama. Menurut hukum yang berlaku, ia adalah manusia baru.
Sedemikian barunya ia, sehingga semua hutang dan kewajiban yang bersangkut paut
dengan keluarganya yang lama ditiadakan, seakan-akan semua itu tidak pernah
ada.
Itulah juga yang Rasul Paulus katakan mengenai apa
yang telah Allah lakukan bagi kita.
Secara mutlak dahulu kita ada dibawah kuasa dosa dan kuasa dunia. Tetapi Allah
di dalam Yesus Kristus telah mengangkat kita keluar dari kuasa itu dan
menempatkan di bawah kuasa-Nya. Kita telah diangkat anak oleh Allah. Tindakan adopsi
Allah itu telah menghapuskan segala masa lalu kita dan menjadikan kita baru
sama sekali.
Berdasarkan hukum Romawi tersebut, seseorang yang
diangkat menjadi anak menikmati hak yang sama dengan hak anak kandung. Yesus
Kristus adalah Putra Tunggal Allah, dan kita adalah anak angkatnya sehingga apa
yang dianugerahkan kepada Kristus juga dianugerahkan kepada kita, seperti yang
terdapat dalam Efesus 2:4-10. Ia telah menghidupkan kita bersama-sama dengan
Kristus. Di dalam Kristus Ia telah membangkitkan kita juga dan
memberikan tempat bersama-sama dengan DIA di Sorga. Ia menunjukkan kepada kita
kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya
terhadap kita di dalam Kristus.
Hanya mereka yang telah diterima menjadi anak Allah yang
dapat berkata, di dalam Dia dan oleh
darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurt kekayaan kasih
karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita …(7-8). Anak-anak Allah boleh
masuk ke hadirat Bapa; kelegaan dan keberanian mereka di dapan Allah berasal
dari pengetahuan bahwa mereka sudah ditebus dan diampuni. Penebusan atau apolutrosis yang berarti kebebasan
melalui pembayan harga, dipakai khusunya berkaitan dengan menebus seorang
tahanan perang atau budak atau membebaskan seseorang dari hukuman mati.
Jelasnya, konsep ini menunjuk pada tindakan pembebasan seseorang dari keadaan
di mana ia sendiri tidak mampu membebaskan dirinya sendiri; atau, tindakan
pembebasan seseorang dari suatu denda atau hukuman yang ia sendiri tidak akan
pernah dapat membayarnya.
Dari ayat 7 penebusan disamakaan dengan pengampunan
karena kebebasan yang kita butuhkan itu merupakan kebebasan dari hukuman Allah
yang adil karena dosa-dosa kita. Harga yang dibayar adalah penumpahan darah
Kristus ketika Ia mati di atas salib karena kita tidak dapat membebaskan diri
sendiri dari dosa-dosa tersebut. Penebusan, pengampunan dan diangkat menjadi
anak tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Hak istimewa ini ialah penebusan
atau pengampunan yang kita nikmati sekarang ini. Karena berkat itulah kita
menjadi anak-anak Allah, berkat yang berasal dari anugerah yang dilimpahkan-Nya
kepada kita.
Ketika kita diangkat menjadi anak Allah, selain hak
istimewa, ada tanggungjawab yang diberikan kepada kita. Ayat 6 mengatakan,
‘supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia.” Ayat 12 “supaya kami yang
sebelumnya telah menaruh harapan pada Kristus boleh menjadi puji-pujian bagi
kemuliaan-Nya.” Ayat 14 frase terakhir “…yaitu penebusan yang menjadikan kita
milik Allah di dalam hidup kita. 2 Korintus 3:18 memberikan penekanan yang
sangat kuat “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak
terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh,
maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya dalam kemuliaan yang semakin
besar.” Jadi ketika kita ditentukan dari semula untuk menjadi anak-anak-Nya
melalui Kristus, ini memberi penekanan supaya kita boleh menjadi serupa dengan
Kristus dan mengambil bagian di dalam kekudusan-Nya.
Jadi bila kita diangkat menjadi anak Allah, kita beroleh
sesuatu dan sekaligus menghilangkan sesuatu. Kita beroleh hak masuk kepada Bapa
melalui penebusan dan pengampunan. Di lain pihak kita menghilangkan cacat kita
melalui suatu proses yang segera mulai dalam pekerjaan Roh yang menyucikan kita,
dan akan disempurnakan kelak di Sorga.
Ilustrasi
Aplikasi
BIS, dalam bukunya, Why
We Haven’t Changed The World, Peter E. Gillquist menulis refleksi atas
tahun-tahun kehidupannya dan penginjilannya yang penuh semangat sebagai seorang
pemimpin sebuah organisasi Injil yang besar dan terkemuka. Dengan tak
henti-hentinya, terus menerus dan penuh semangat, ia berbicara kepada ribuan
orang, mengundang mereka kepada Kristus. Ia menyimpulkan bahwa permulaan tahun
delapan puluhan mungkin merupakan masa terkemuka dari aktivitass pekabaran
Injil dibandingkan masa-masa yang lain di sepanjang sejarah gereja.
Bagaimanapun juga, secara perlahan, Gillquist menyadari bahwa dunia tidak
berubah. Mengapa? Karena gereja sendiri telah kehilangan kekudusan dan
kebenarannya. Ia menulis, “Semua kegiatan penginjilan di dunia ini yang
dilakukan oleh sebuah gereja yang pada dirinya tidak kudus dan tidak benar,
tidak akan memiliki arti apa-apa di dalam kekuatan perubahan dunia.
BIS, perubahan dunia bisa terjadi, bila kita yang
mengaku orang-orang yang dipilih Allah dan yang telah diangkat menjadi
anak-Nya, menghormati Allah dengan kekudusan hidup kita, hidup yang berbeda
dengan dunia, kita semakin hari semakin berjuang untuk menjadi serupa dengan
Kristus sehingga kita dapat mencerminkan kemuliaan-Nya. Ya, bila kita hidup
seperti itu, maka dunia ini akan berubah karena kehadiran kita. Banyak orang
mengalami pembaharuan melalui interaksi orang-orang pilihan di tengah-tengah
masyarakat. Hidup kita menjadi inspirasi bagi mereka untuk hidup benar dan
niscaya semakin banyak orang mengenal Kristus dan nama Tuhan dimuliakan dalam
keluarga, masyarakat, bangsa bahkan bagi dunia ini. Amin.